SELAMAT DATANG DI BLOG KAMIELCK_SPJM

Thursday, December 22, 2011

KASIHI IBU SEPERTI KASIHNYA

0 comments
Jangan pernah mengatakan ada hari ibu jika tiada hari ayah.
Lagi pula kita hanya memberi keagungan..meminta maaf, restu, menyantuni,
atau bahkan baru sadar tentang memo 22 desember.
keliru jika hal itu tertanam dilubuk hati.

Mengapa tidak,
kita samakan saja hari, tiap memo penting buat sang bunda.
untuk selalu sayang...minta maaf...dan memahami ibu kita yang mungkin juga sudah renta.
seperti hari-hari lainnya ketika sang bunda pun selalu menyangi kita tanpa mengenal masa dan peringatan.

Kawan..., sebagai ananda.
jangan pernah mengibaratkan ibu kita sebagai kronologi yang memiliki sejarah.
Ibu kita bukan sesuatu yang disamakan dengan peringatan hari korupsi, pahlawan dan hari apalah..
Melainkan ibu kita adalah sinar surya.
Nan kasih sejati yang tak terhingga sepanjang masa.
Kemarin...dini hari...esok...lusa...maupun yang akan datang.

Ibunda tak lekang oleh waktu...
begitulah pesan langit kepada bintang.
laut kepada ombak.
dan Alam pada mentari.
Demi menyinari harapan kita di hari esok.

Pernahkah kita menyadari keberadaan ibu bagai angin surga  yang berhembus sejuk.
sejukkan batin sanubari tiap anak-anaknya.
Dikala nasehat menjadi petuah.
Dikala tangis menjadi risau anaknya.
Ibu sejati...
tak pernah meminta balasan atas jasa yang tiada terkira oleh akal.

Analoginya bagai induk ayam pada anak-anaknya.
Betapa pun kulitnya terbakar di bawah terik ganasnya mentari, Demi melindungi kita
Ibu menyuguhkan sejuk cinta kasih sejati.
sementara kerongkongannya sendiri dahaga.
Ibu rela menyuap kita dengan makanan serba seafood dan resto.
Sementara dimulutnya hanya mengunyah Nasi Teri dan Tempe (NTT).

Sayangilah Ibu kita,  mumpung masih bisa kita dekap dalam kasih sejati.
karena Ibu bagai senandung suci dalam Surga.

Edisi, Makassar 22 Desember 2011 (selamat hari Ibu)

Monday, December 19, 2011

ISTIQAMAH DENGAN NAMAMU

0 comments
Meski ku lelah mengejar bayangmu
Semu dalam deru angin buritan.
Terbawa jauh dalam lamunan sang nestapa.
Aku masih rela hendak berbagi duka denganmu.
Lara hati ini jadi saksi bisu
dan jiwa kini tak lagi bernyanyi.
Kelam asa menerpa ranting jiwaku.
Merana aku tiada guna.
Karena engkau masi tetap kudamba
dalam hati kecilku, istiqamah melukis namamu.

coretan puisi edisi 03/12/2011, Makassar

SYAIR DALAM NAFASKU

1 comments
Langit gelap kini menjadi cerah dengan bintang dalam hamparan.kilat menyambar,gulita jadi terang dewi malam tak tak tampak menggantung di mega biru.Alunan simfoni memecah kesunyian malam ramadhan ini. 

Suara jangkrik turut mencairkan malam yang beku tadi. Secangkr kopi susu menemaniku memetik senar gitarku.
Seuntai syair puisi membahana dari relung kalbu.
Tanpa tirani hendak daku kirimkan kepada sang pujaan hati.

Harap selalu menjelma di esok hari
Semoga keteduhan hati masih dimiki oleh para sang pecinta sejati.
Doa dan intuisi menjadi nafas jiwa sang pujangga yang malang dalam genre di edisi hari ini.

Edisi,Bulukumba malam 22 Ramadhan 1431H                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          

KECAMAN AKHIR TAHUN

0 comments
Irama musik menggema, melantun
iringi penghujung tahun.
Tiupan angin malam. Dingin merasuk di jiwa.
Bintang turut mengintip di balik jendela nurani.

Aku terbuai pesona dunia.
Hingga tenggelam dalam lamunanku sendiri.
Betapa politikus Jalang menyeret duniaku di belantara arus kerisauanku.
Kerisauan seorang pribumi.
Tak mampu menyaksikan aksi para promotor dan diktator koruptor berdarah kotor mencuri motor.

Sesekali hewan malam mencoba menyadarkanku
mengusik kedamaian jiwa.
Menggetarkan hati. Layaknya rakyat takut pada penguasa.

Ganasnya malam ini mulai terdengar.
sampaikan pesan lewat naluri.
Bahwa hidup sudah bosan diutak-atik.
Bahwa mati sudah di depan membayang.

Tinta merah kertas buram.
Menjadi goresan suara kebencianku.
Pada aparat dan pejabat keparat.
Rakyat jadi melarat.

Demi tangisan pilu bunda pertiwi.
Aku suarakan lantang dari sanubari.
Membahana dari jiwa yang bengis.
Usirlah para Koruptor !

Para Koruptor !
Enyalah dari bumi pertiwi.
Jikalau perlu seret saja ke kandang sapi.
Agar mereka tahu, betapa banyak darah yang bersimbah.
Air mata yang menetes.
Keringat mengucur deras.
Sementara di dalam perut rakyat.
Hanya dikenyangkan nasi dan tempe.

Edisi, Makassar 19 Desember 2011