Kepada : Rina Kusuma Wardana
Betapa sedihnya Aku.
dikarena tak ada yang empati padaku.
Bukankah aku adalah nyayian jiwa?
Bergeming dalam syair.
Merajut dalam untai kata indah.
Laksana Minuman dari Nirwana.
Sejukkan hati Galau dan dahaga Nurani.
Dan,
Aku tak seperti mentari yang hilang bersembunyi saat gulita.
Aku juga tak seperti bianglala dan senja.
Suguhkan keindahan sesaat.
Namun,
Aku seperti bulan,
membias kala malam.
Aku mungkin seperti lilin,
yang rela hancur meredup setelah terangi gulita.
Butuhkah Engkau padaku?
Ataukah hanya sekedar simpati karena kagum saja.
Dan, Kagum tak seperti mencintai.
Hasrat cinta telah menyatu dalam diriku.
Karena Aku sajak dan pena.
Karena Aku puisi dan bukan lagu lama.
Tawadduh dalam gelaran syair.
Edisi, Makassar 26 Juli 2012
Betapa sedihnya Aku.
dikarena tak ada yang empati padaku.
Bukankah aku adalah nyayian jiwa?
Bergeming dalam syair.
Merajut dalam untai kata indah.
Laksana Minuman dari Nirwana.
Sejukkan hati Galau dan dahaga Nurani.
Dan,
Aku tak seperti mentari yang hilang bersembunyi saat gulita.
Aku juga tak seperti bianglala dan senja.
Suguhkan keindahan sesaat.
Namun,
Aku seperti bulan,
membias kala malam.
Aku mungkin seperti lilin,
yang rela hancur meredup setelah terangi gulita.
Butuhkah Engkau padaku?
Ataukah hanya sekedar simpati karena kagum saja.
Dan, Kagum tak seperti mencintai.
Hasrat cinta telah menyatu dalam diriku.
Karena Aku sajak dan pena.
Karena Aku puisi dan bukan lagu lama.
Tawadduh dalam gelaran syair.
Edisi, Makassar 26 Juli 2012