Karya: Kamiluddin
Kepada:
nur chaulani yunus dan nining melita
Wahai
alam dengarkanlah curahan hatiku.
Kupikir
hanya engkau yang dapat mendengarkannya meski bisik,
walau
tak terucap.
Sekian
lama kata tak teruntai di lisan.
Membungkam
ranumnya bibir ini.
Ada
kisah yang mesti engkau dengar sebelum senja menjemputnya
dan
menceritakan pada malam gelap sunyi nan gulita.
Dulu
kisah ini adalah hal yang tabu untuk diungkap dan tak layak untuk di dengar.
Ceritera
yang mengisahkan sepasang merpati putih betina dan gagak hitam pejantan.
Merajut
kisah seindah pelangi, di antara spectrum sang mentari.
Hari
demi hari menjadi saksi bisu dalam putaran sang waktu, menyaksikan keteduhan
hati.
Sepasang
sejoli merpati dan gagak, yang jelas berbeda kasta, karakter, paham, atau
bahkan keyakinan mampu berpaut dalam asa. Menyatu dalam sinar cinta.Saat bias
cinta telah menerangi hari-hari mereka.
Angin
dari surga berhembus mengabarkan tentang ancaman keabadian cinta mereka.
Merpati
berkata pada gagak pejantannya.”kakanda semalam aku bermimpi perihal engkau
terseret arus hingga tak kembali. Aku histeris saat tubuhmu telah sirna
sementara sayap-sayap cintamu patah dan engkau tinggalkan bersamaku”.
Mendengar
saat pujaan hati berkata, sang gagak hitam segera mendekap tubuh kekasihnya dan
bergumam. “wahai adinda, perihal mimpi tentang diriku benar adanya. Janganlah engkau
bersedih meskipun waktu tak lagi menyatukan kita. Namun di hati ini terukir
namamu. Tak aka nada yang mampu menghapusnya kecuali Maha Pencipta tak lagi
menyatukan kita”.
Sejenak
ceritera telah kuperdengarkan padamu Alam.
Mengalogikan
kisahku yang sesungguhnya. Meski kini hati terbebat dalam nestapa. Kuharap nanti
angin dari utara berhembus hingga menuju nirwana mengabarkan pesan rinduku
padanya. Laksana kisah pungguk merindukan sang rembulan.
Edisi
Makassar 15 Januari 2012.